Minggu, 29 Desember 2013

MAKALAH TEORI KONSTRUKTIVISME


BAB I
PENDAHULUAN

aA.   Latar Belakang

Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme. Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada benda-benda konkret. Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.
Maka dari permasalahan tersebut, kami melakukan penelitian konsep untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat teori belajar konstruktivisme ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari lingkungan kehidupannya sehari-hari.


 B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah devinisi dari teori konstruktivisme ?
2.      Bagaimanakah konsep dasar dari teori Konstruktivisme ?
3.      Bagaimana  implementasi teori konstruktivisme ? 

C. Tujuan

1.      Memahami dan mengerti devinisi dari teori konstruktivisme
2.      Memahami dan mengerti dari adanya konsep dasar teori konstruktivisme
3.      Memahami dan mengerti cara mengaplikasikan teori konstruktivisme dalam sistem pembelajaran



BAB I
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang di amatinya. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikontruksi dalam diri seseorang. Oleh sebab itu tidak bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis. Tergantung individu yang melihat dan mengkontruksinya.[1]
Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.[2]
Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai  pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Demikian ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Model pembelajaran ini dikembangkan dari teori belajar konstruktivisme yang lahir dari gagasan Pieget dan vigotsky.
B.            Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:[3]
1.   Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
2.   Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
3.   Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
4.   Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
5.   Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
6.   Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar
7.   Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
8.   Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
9.   Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
10. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses  pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis
11.  Menekankan bagaimana siswa belajar
12.  Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru
13.    Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif
14.    Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
15.    Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
16.    Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
17.    Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata

C.           Konsep Dasar Konstruktivisme
Berikut ini merupakan beberapa konsep kunci dari teori konstruktivisme antara lain:
1.      Siswa Sebagai Individu yang Unik
Teori konstruktivisme berpandangan bahwa pembelajar merupakan individu yang unik dengan kebutuhan dan latar belakang yang unik pula. Dalam teori ini tidak hanya memperkenalkan keunikan dan kompleksitas pembelajar tetapi juga secara nyata mendorong, memotivasi dan memberi penghargaan kepada siswa sebagai integral dari proses pembelajaran.
2.      Self Regulated Leaner (Pembelajar yang dapat mengelola diri sendiri )
Siswa dikembangkan menjadi seorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar yang efektif, yang sesuai dengan gaya belajarnya dan tahu bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan itu dalam situasi pembelajaran yang berbeda. Self Regulated Leaner termotivasi untuk belajar oleh dirinya sendiri, bukan dari nilai yang diperolehnya sebagai hasil belajar atau karena motivasi eksternal yang lain, misalnya dari guru atau orang tuanya.
3.      Tanggung jawab Pembelajaran
Dalam konstruktivisme ini berpandangan bahwa tanggung jawab belajar bertumpu kepada siswa. Teori ini menekankan bahwa siswa harus aktif dalam proses pembelajaran, dan berbeda pendapat dengan pandangan pendidikan sebelumnya yang menyatakan tanggung jawab pembelajaran lebih kepada guru, sedangkan siswa berperan secara pasif dan reseptif. Disini para pembelajar mencari makna dan akan mencoba mencari keteraturan dari berbagai kejadian yang ada di dunia, bahkan seandainya informasi yang tersedia tidak lengkap.
4.       Motivasi Pembelajaran
Motivasi belajar secara kuat bergantung kepada kepercayaan siswa terhadap potensi belajarnya sendiri. Perasaan kompeten dan kepercayaan terhadap potensi untuk memecahkan masalah baru, diturunkan dari pengalaman langsung di dalam menguasai masalah pada masa lalu. Maka dari itu belajar dari pengalaman akan memperoleh kepercayaan diri, serta motivasi untuk menyelesaikan masalah yang lebih kompleks lagi.
5.      Peran Guru Sebagai Fasilitator
Jika seorang guru menyampaikan kuliah/ceramah yang menyangkut pokok bahasan, maka fasilitator membantu siswa untuk memperoleh pemahamannya sendiri terhadap pokok bahasan/konten kurikulum.
6.      Kolaborasi Antarpembelajar
Pembelajar dengan keterampilan dan latar belakang yang berbeda diakomodasi untuk melakukan kolaborasi dalam penyelesaian tugas dan diskusi-diskusi agar mencapai pemahaman yang sama tentang kebenaran dalam suatu wilayah bahasan yang spesifik.
7.      Proses Top-Down (Proses dari Atas ke Bawah)
Dalam proses ini siswa diperkenalkan dulu dengan masalah-masalah yang kompleks untuk dipecahkan dengan bantuan guru menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah seperti itu. Pada prinsipnya pembelajaran dimulai dengan pemberian dan pelatihan keterampilan-keterampilan dasar dan secara bertahap diberikan keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks.[4]


D.       Model Pembelajaran Konstruktivisme
Salah satu contoh yang disarankan adalah memulai dari apa yang menurut siswa hal yang biasa, padahal sesungguhnya tidak demikian. Perlu diupayakan terjadinya situasi konfik pada struktur kognitif siswa. Contohnya mengenai cecak atau cacing tanah. Mereka menduga cecak atau cacing tanah hanya satu macam, padahal keduanya terdiri lebih dari satu genus (bukan hanya berbeda species). Berikut ini akan dicontohkan model untuk pembelajaran mengenai cacing tanah melalui ketiga tahap dalam pembelajaran konstruktivisme (ekplorasi, klarifikasi, dan aplikasi)
Fase Eksplorasi
· Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan pertanyaan: “Apa yang kau    ketahui tentang cacing tanah?”.
· Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan tulis jika perlu).
· Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya, dan diberi kesempatan untuk merumuskan hal-hal yang tidak sesuai dengan jawaban mereka semula.
Fase Klarifikasi
· Guru memperkealkan macam-macam cacing dan spesifikasinya.
· Siswa merumuskan kembali pengetahuan mereka tentang cacing tanah.
· Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing yang cocok untuk dikembangbiakkan.
· Siswa mendiskusikannya secara berkelompok dan merencanakan penyelidikan.
· Secara berkelompok siswa melakukan penyelidikan untuk menguji rencananya.
· Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat cacing tanah dulu dan sekarang.
Fase Aplikasi
· Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya, dilanjutkan dengan penyajian oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas.
· Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi untuk para pemula yang ingin ber-“ternak cacing” tanah.
· Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang perkehidupan jenis cacing tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya.[5]

E.       Peranan (Implementasi) Teori Konstruktivisme di Kelas
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini dipaparka tentang penerapan di kelas.[6]
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver).
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya.
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas.
5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis yang mereka buat, terutama melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata.
6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.[7]

Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.[8]




 
BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Pada dasarnya Teori konstruktivisme disini diartikan sebagai suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.
Konsep dasar konstruktivisme merupakan suatu unsur dimana seseorang dapat membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
Peranan (Implementasi) Teori Konstruktivisme bila diterapkan di kelas akan terbentuk: a) Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar. b) Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon. c) Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi. d) Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa lainnya. e) Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi. f) Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif.








DAFTAR PUSTAKA

Dalyono, Psokologi pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009.
Jeanne, Ormrod, Edisi Ke 6 Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, Jakarta: Erlangga, 2008.
Rusman, Model-Model Pada Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi 2, Jakarta: Rajawali Press, 2012.
Suyono, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar, PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2011.
Wasty, Soemanto, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998.
Winasanjaya, Pembelajaran dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi Jakarta: Kencana, 2005.


[1] Winasanjaya, Pembelajaran dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi (Jakarta:KENCANA,2005), hal 118.
[2] Rusman, Model-Model Pada Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi 2 (Jakarta: Rajawali Press, 2012), 201.
[3] Dalyono, Psokologi pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), 34.

[4] Suyono, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar (PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2011), 111-115.
[5]Ratnawilisdahar,  teori-teori belajar dan pembelajaran (Bandung: Erlangga, 2006), 103.

[6] Ormrod, Jeanne., Edisi Ke 6 Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang  (Jakarta: Erlangga, 2008), 78.

[7] Ibid., 79.
[8] Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998), 89-90.

1 komentar: